oke, ini cerpen dibuat udah lama, jadi mungkin masih sangat "sekedarnya".
tapi, daripada ini blog kosong melompong, ya udah, di posting aja ^^
cekidot !!
Tepat
saat kakiku menginjak halte, hujan mengguyur bumi dengan derasnya.
Melihat hujan yang bagaikan air bah yang turun dari langit,
mengingatkanku pada air mata yang mendesak ingin berjatuhan. Ini pula
yang membawa pikiranku mengulangi kejadian saat bel pulang sekolah
berbunyi beberapa saat yang lalu.
***
“Hai, Laras, Marsya, pulang bareng yuk !”
“Apa, jadi kau masih mau pulang bareng kami ?” cela Laras.
Aku bingung, kenapa Laras menjawab seperti itu. “Kamu ngomong apa sih Ras?”
Laras
menghela napas.“Ran, kau sadar gak sih, kalo selama ini kamu itu udah
berubah, kamu sekarang lebih sering menghabisan waktu sama teman-teman
barumu itu, teman-teman yang bahkan membuat kamu jadi semakin menjauhi
kami. Kita sekarang itu udah jauh banget tau gak sih ?”
“Kita
sekelas Ran, tapi kamu cuma jumpai kita-kita saat kamu perlu aja. Oke
kita duduknya berjauhan karena pengaturan wali kelas, tapi kenapa kamu
bahkan menganggap kami gak ada ?” bentak Laras
Hatiku
benar-benar sakit saat kata-kata itu Laras ucapkan, bahkan kerumunan
teman-teman sekelas yang sekarang menunda kepulangan mereka untuk
menonton kami pun tidak aku hiraukan.
“Ras,
Sya, kalian tau aku tidak pernah bermaksud seperti itu. kita itu tetap
sahabatan, dari dulu, sekarang,dan tak akan pernah berubah !”
Laras tidak menjawab,sepertinya amarahnya benar-benar tersulut.
“Ran,
kamu juga tenang dulu ya, mungkin sebaiknya kita semua sekarang saling
mengintrospeksi diri masing-masing. kamu juga Ras, jangan langsung
menghakimi rani kayak gini.”Marsya menengahi.
“Udahlah
Sya,kamu itu ga perlu ngasih dia kesempatan, kita ini udah terlalu
banyak dia manfaatin, bahkan kalo Raya masih sama-sama kita sekarang
ini, dia juga pasti berpendapat sama.”
Perkataan
Laras membuatku serasa dicengkram, rasanya ada yang mengganjal di
tenggorokanku, ternyata emosiku mulai menghasilkan air mata.
“Ya
sudah jika itu mau kamu ras, tapi aku benar-benar ga nyangka, serendah
itu pikiran kamu tentang aku, kamu angap apa persahabatan kita selama
ini jika cuma gara-gara masalah ini kamu nuduh aku sembarangan.”
Aku tidak sanggup lagi menahan air mata yang mau tumpah ini, lebih baik aku pergi sekarang sebelum Laras dan Marsya melihatnya.
***
Untungnya
halte yang agak sedikit jauh dari sekolah ini tidak terlau ramai, jadi
sekarang aku bisa menumpahkan seluruh air mata yang memang sudah
mendesak. Aku benar-benar tidak menyangka kata-kata itu akhirnya keluar
dari mulut sahabat terbaikku. Memang galagat mereka sudah kurang baik
belakangan ini, tapi aku tidak berfikir bahwa pertemananku dengan teman-teman
hasil mutasi dari kelas tetangga akan membuat meraka marah.
Aku
bingung, sebenarnya mereka anggap apa persahabatan kami dari SD sampai
SMA ini, kenapa perkataan laras seakan-akan dia baru mengenalku ?
Angelita
Larasati, dia memang yang paling sensitive dan terbuka di antara kami
–empat bersahabat-, sehingga dialah yang paling emosi dalam menghadapi
masalah ini. Tapi,untung saja Marsya Anastasia- sahabatku yang paling
dewasa- selalu bersama Laras, dan menjadi air bagi api laras yang sering
berkobar. Dan Raya Aryanti, aku yakin dia akan bijaksana dalam
menghadapi masalah ini. Setidaknya dia akan mengajak kami untuk
berkumpul dan membicarakannya baik-baik tanpa mengundang banyak penonton.
Namun, sayang, raya sekarang melanjutkan sekolah di luar kota.
Seandainya dia ada di sini…
“Rani Safira !”
Aku mendongak dari tundukku. Siapa sih, yang memanggil namaku selengkap itu ?
Oh, Sial…
“Hei bodoh, ngapain nangis di pinggir jalan, mau ngalahin air hujan ya ?”
Bima
Angkasa-teman sekelasku yang duduk di sudut kelas, tidak banyak bicara
tapi selalu juara kelas-langsung meledekku, bahkan sebelum dia selesai
melepas helmnya dan menghampiriku.
“untuk apa kemari, kalo Cuma mau ngeledek, makasih, tapi aku ga butuh !”
Bukannya menjawab, bima malah membuka renselnya, berdiri di hadapanku, dan mengeluarkan komik naruto.
Benar sekali, KOMIK NARUTO…..!!!
“untuk ap…”
“diam dulu bodoh. Ini pelajaran berharga, jadi dengar baik-baik.”
“kau tau kan, tokoh naruto ?”
“iy…”
“ga perlu dijawab”
Huh,apa sih maunya, dasar manusia aneh, tadi dia yang nanya,sekarang disuruh diam. Ada apa pula dengan naruto ?
“nah,
jadi, naruto ini punya teman, namanya sasuke dan sakura. Namun, karena
alasan pribadi akhirnya sasuke pergi meninggalkan naruto dan sakura
menuju salah seorang musuh terbesar desa mereka. Namun, kebersamaan
mereka menjadikan mereka sesama rival yang saling menggungguli, sehingga
hubungan itu akhirnya berubah menjadi ikatan persaudaraan yang kuat.
Ini pulalah yang membuat naruto dan sakura yakin bahwa sasuke memiliki
alasan kuat atas semua yang dilakukannya. Karena itulah, naroto dan
sakura selalu berusaha menjadi lebih kuat untuk bisa membawa pulang
sasuke kembali ke desa. Bahkan mereka rela mengorbankan nyawa sendiri
demi melindungi persahabatan mereka. Tidak ada air mata apalagi kata
menyerah.”
Aku
ternganga saat bima selesai berbicara, pertama karena baru pertama kali
ini aku melihat bima bernbicara panjag lebar, dan yang kedua karena dia
menggunakan merumpamaan tokoh fiksi dalam masalah persahabatanku ini
yang jelas-jelas bukan cerita.
“Bodoh, kenapa malah melongo ?”
Dasar,bisa tidak dia tidak memanggilku dengan sebutan BODOH.
“iya…iya…”
“iya…iya…, kau mengerti tidak apa kesimpulan dari ceritaku tadi ?”
“iya,
aku tau, tapi tetap saja cerita fiksimu tadi tidak bisa disamakan
dengan masalah persahabatanku ini. Ini masalah nyata, di mana sahabatku
menganggap aku telah meninggalkan mereka demi teman-teman kelompok belajar
baruku. Mereka menganggap aku mencampakkan mereka dan memutuskan
persahabatan dengan mereka.”
Mengingat perkataan laras tadi membuat tenggorokanku tercekat lagi.
“udah,
jangan cengeng, bagaimanapun juga, yang namanya sesuatu yang penting
bagi kita, misalnya persahabatan, harus kita perjuangkan dengan
sungguh-sungguh. sekarang ini mungkin laras sendiri sedang memikirkan
perkelahian kalian tadi. Kalo kamu mau membuat dia yakin, coba aja
jelasin ke dia dengan baik2. lagi pula sekarang kan hujan, pasti kepala
dia sudah sedikit dingin”
Meskipun
perkataan bima cukup aneh, aku tetap berusaha memikirkannya. Tapi,benar
pendapat bima, laras memang mudah meledak-ledak, tapi dia juga segera
memikirkan kembali perkataannya setelah mengeluarkannya.lebih baik aku
mencoba.
“eh, kira-kira kalo aku nelpon laras sekarang, apa-apa ga ya ?”
“bodoh, mana kita tahu kalo ga dicoba !”
Sial,
dimintai pendapat malah dapat bentakan. Tapi aku tetap mengampil HP
dari saku dan mencoba menelpon Laras. Diangakat pada dering ke enam…
“Assalammu’alaikum.”
“Wa’alaikumusalam.”
“Mmm, Laras, kamu udah tenang, aku mau nyampein sesuatu boleh ?”
“eh, iya ran, aku juga mau bicara sama kamu, tapi kamu duluan aja, silahkan.”
Fuiiihh, untung laras ngomongnya lembut, awal yang baik ni..
“Ehm,
laras, aku mau minta maaf sama kamu, aku juga salah karena udah membuat
kamu merasa dikhianatin. Seharusnya aku bisa membagi waktu dengan tetap
memperhatikan sahabat-sahabatku. Aku mohon kamu mau mengerti, aku
bukannya ingin mengganti persahabatan antara aku, kamu, raya dan marsya
dengan siapapun. Jadi, tolong kamu jangan beranggapan yang salah tantang
sikap aku ya. Laras, kamu dengar aku kan ?”
Aku sedikit takut saat tidak mendengar jawaban dari laras.
“Ras..”
Ketika
akhirnya suara laras terdengar, aku malah kaget. Sepertinya dia benar-benar
menahan tangisnya agar tidak pecah, suaranya bergetar.
“Ran,
aku yang seharusnya minta maaf, aku yang udah nuduh kamu sembarangan,
aku kembali melakukan kebiasaanku yang langsung marah2 dan akhirnya
menyesal, sebenarnya tadi aku juga mau langsung nyusul kamu, tapi udah
kejauhan,aku lega kamu nelpon aku. Aku minta maaf ya ran karna tadi udah
ngatain kamu macam-macam. aku mau persahabatan kita kembali kayak dulu lagi
Ran, tolong maafin aku.”
Hmm,
aku tersenyum mendengar pernyataan laras tersebut, akhirnya aku tenang
setelah ini semua berakhir. Alhamdulillah selisih paham kami tdak lebih
dari sehari.
“Iya
ras,kita saling memaafkan. Makasih ya, atas pengertian kamu. Aku mau
senin nanti di sekolah, kita akan kembali baik seperti dulu.”
“Tentu..tentu. aku senang mendengarnya.”
“ya sudah ras,Assalammu’alaikum.”
“Wa’alaikumusalam.”
“Wa’alaikumusalam.”
Senang
sekali rasanya. Aku tersenyum pada bima, sepertinya dia juga mengikuti
pembicaraanku dengan laras. Dia juga ikut tersenyum, sesuatu yang jarang
dilakukannya.
“bim, makasih ya, karena penjelasan bodoh kamu tadi, aku jadi bisa berbaikan dengan sahabat-sahabatku.”
“bodoh,
itu kebetulan aja karena hujan aku mampir ke halte ini, terus liat
kamu, ya udah, itung2 cari pahala, aku kasih nasehat ke kamu. Soal kamu
bisa berbaikan, itu karena usaha kamu sendiri.
“udah ah, hujannya juga tinggal gerimis, aku pulang duluan.selamat menunggu angkutan.”
Bima
akhirnya berdiri mengambil helm kemudian memasangnya sambil menuju
tempat dia memarkirkan keretanya dan langsung pergi dari halte ini. Aku
pun berdiri setelah melihat angkutan yang menuju rumahku mendekat,
menunggunya di pinggir halte dan dengan sengaja menoleh ke langit untuk
melihat pelangi yang muncul berlatarkan langit biru. Aku selalu senang
melihat langit dan bumi setelah hujan, sebab langit akan indah dengan
warna ‘mejikuhibiniu’nya pelangi dan bumi seakan berkilauan bersih
bersinar setelah diguyur hujan. Semuanya membentuk sinkronisasi yang
indah. Begitu juga dengan persahabatan yang tulus, bagai harmoni tanpa
cela.
_SELESAI_
0 Response to "Keajaiban Persahabatan"
Posting Komentar